Jumat, 17 Oktober 2008

Adversity Quotient

Setiap manusia pasti memiliki kesulitan yang beragam, karena dalam hidup memang ada masalah. Namun tidak semua manusia bisa kuat dalam menghadapi masalahnya. Ada yang karena masalah yang dirasa teramat berat sehingga menimbulkan stress ataupun yang pada akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup, karena sudah begitu tertekan dengan masalah. Naudzubillah.!!! Cara penyelesaian yang tidak hanya mencoreng nama selamanya, lebih dari itu, tentu akan sangat merepotkan bagi mereka yang ditinggalkan. Sehingga kalau dulu orang menilai kekuatan seseorang itu dapat diukur dari seberapa tingginya IQ seseorang, sekarang tidak lagi seperti itu. Perlu dilihat juga bagaimana tingkat daya tahan manusia ketika mereka didera permasalahan.

Paul Gordon Stoltz dalam bukunya yang berjudul Adversity Quotient : Turning Obstacles Into Opportunities dengan sangat menarik menceritakan bahwa seorang manusia yang kuat itu juga dapat dilihat dari bagaimana daya tahan mereka ketika mendapatkan permasalahan dan seberapa tangguh mereka menghadapi tantangan. Inilah langkah kesuksesan yang disebut olehnya sebagai AQ (Adversity Quotient). Ia menggambarkan bahwa sudah sifat diri manusia untuk maju berjuang, yang diistilahkan olehnya sebagai climbing. Tetapi pada akhirnya tidak semua dari mereka yang bisa sukses dalam pendakiannya. Untuk hal tersebut, Stoltz kemudian membagi manusia menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :

1. The Quitters, mereka adalah orang-orang yang baru mau mendaki tetapi ketika melihat tebing yang sedemikian terjal dan banyaknya rintangan yang bakal dihadapi, mereka mundur dengan teratur. Mereka ibaratnya seperti pasukan yang lari sebelum berperang, dan akhirnya berpuas diri dengan menjadi penonton saja.

2. The Campers atau bisa disebut juga orang-orang yang berkemah. Tidak sepert the quitters yang langsung lari meninggalkan arena pertempuran, the campers adalah mereka yang berusaha untuk mendaki. Namun ditengah perjalanan yang sulit terdapat tempat yang lebih landai dan banyak terdapat kesenangan disana, maka disementara waktu mereka berkemah dahulu. Namun seiring dengan waktu, the campers ini enggan untuk mendaki lebih tinggi lagi, karena mereka sudah merasa cukup dengan apa yang ada. Pada akhirnya disanalah mereka tinggal, menjadi penikmat sesaat dan tidak berani mengambil resiko lebih jauh. Padahal dengan kemampuan yang dimilikinya, mereka sanggup untuk mendaki lebih tinggi.

3. The Climbers, inilah yang disebut para pendaki yang sebenarnya. The Climbers adalah orang-orang yang terus bergerak maju, tidak menghiraukan kenikmatan-kenikmatan sesaat yang mungkin ia raih selama perjalanannya. The Climbers adalah mereka yang tangguh menghadapi tantangan, tidak kenal lelah, dan tidak merasa cepat berpuas diri, sebelum mencapai puncak yang diinginkan. Mereka teramat menyadari bahwa berhenti sesaat atau berniat mundur adalah suatu kekalahan, dan juga mereka meyakini kenikmatan yang mereka lalui selama pendakian hanyalah fatamorgana.

Bagaimana dengan kita? Seberapa tinggikah AQ kita? Tentu kita sendiri yang dapat menjawabnya, karena yang mengenal persis diri ini adalah kita sendiri. Ya..... hanya kita. Menjadi The Quitters, The Campers, atau The Climbers adalah pilihan. Versi pilihan tiap orang tentu berbeda-beda, tetapi panduan untuk menuju kesana, saya pikir yang terbaik itu adalah sama, yaitu menjadi The Climbers. AQ sendiri bukanlah suatu hal yang given, ia bisa berubah setiap saat. Setiap orang pasti bisa meningkatkan AQ-nya dengan terus menerus berlatih menguji tempaan hidup dan bagaimana cara pandang mereka ketika diberikan tantangan. Bukankah yang mulia Rasulullah SAW juga telah mencontohkannya kepada kita. Pada saat beliau ke Thaif, masyarakat disana melempari dengan batu. Apakah beliau mundur dari mendakwahi mereka. Tidak….. sekali kali tidak. Rasulullah tidak pernah mundur dari dakwah. Apakah kemudian ia mengiyakan permintaan malaikat penjaga Gunung Uhud untuk menimpakan gunung itu kepada mereka? Tidak…! Rasulullah tidak memintanya. Kenapa ini terjadi? Karena Rasulullah menyadari bahwa mereka berbuat demikian, karena mereka tidak tahu. Selain itu beliau juga memiliki daya tahan yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan tetap tangguh dengan apapun tantangan yang dihadapi. Itulah AQ yang sebenarnya. Sebagai umatnya, tentu kita ingin mengikuti apa yang dicontohkan beliau. Ia telah mencontohkan AQ yang teramat kuat, siapkah kita mengikutinya wahai umat pecinta Rasulullah ?

Berdoa dan berusaha

Wallahu ‘alam

5 komentar:

Unknown mengatakan...

Ass, dek.
Wah, salut deh buat Akbar ternyata punya bakat terpendam jadi penulis.
Teruskan perjunganmu ya, Dek...

Unknown mengatakan...

Insya Allah Kakak tiap hari buka blogmu, so.. perbanyak tulisannya ya? Gimana kalo nulis masalah wanita solehah, karir dan keluarga. Ditunggu ya dek...

Akbar Prabowo mengatakan...

Terima kasih kak, akhirnya ada comment jg. Pengennya sih tetep terus nulis, biar bisa terus belajar Tentang tema trims atas sarannya. Semoga lebih baik!

fivi.zulfianilsih mengatakan...

Wah senang hati Akbar dapat komentar dari Kak Aida. Jadi penyemangat ya Akbar...

Akbar Prabowo mengatakan...

Alhamdulillah trims ni vi ya. Harusnya memang tambah semangat. Semoga bisa terus nulis lagi.!