Senin, 13 Oktober 2008

Mencintai Rasulullah SAW

Apa makna cinta yang sebenarnya. Cinta begitu banyak versinya dan beragam pula orang mengungkapkannya. Namun suatu hal yang pasti bahwa cinta itu tidak pernah dapat dibohongi dan cinta tidak pernah ditutupi oleh tameng kepalsuan. Sehingga makna cinta menjadi jelas, ia berasal dari kemurnian jiwa, menghujam kedalam dada menembus hingga ke sumsum sanubari tanpa diiringi sikap kepura-puraan. Cinta seperti itulah sebenarnya yang harus kita tujukan kepada junjungan alam Rasulullah Muhammad SAW. Namun sedemikiankah cinta kita kepadanya. Sekali lagi, tentu kita harus bertanya kepada nurani kita, sucikah cinta kita? Apakah masih ada kepura-puraan dalam cinta kita.

Layaknya orang yang mencinta, setiap orang merindukan orang yang dicinta dan dikasihinya. Sehingga bagi kita yang dikatakan umatnya ini, tentu harus kembali bertanya, seberapa besar rindu kita kepadanya (Rasulullah SAW). Sungguh suatu kebahagiaan besar orang-orang yang sempat dipertemukan dengannya secara langsung. Para sahabat beliau (semoga Allah meridhoi mereka) pantas saja beriman tanpa ragu-ragu karena mereka melihat mukjizat-mukjizat yang langsung ditampakkan atau bagaimana begitu mulianya akhlak yang beliau contohkan. Kepada mereka Rasulullah mengatakan bahwa masih ada lagi orang yang akan lebih dekat dengannya diakhirat nanti. Menurut beliau, mereka ini bukan dari kalangan sahabat yang hidup satu masa dan bertemu dengannya secara langsung. Mereka adalah orang-orang (umatnya) di akhir zaman yang tetap mengikuti sunnah beliau walaupun pada zaman tersebut mengikuti sunnahnya diibaratkan seperti memegang bara api yang tengah panas membara. Mereka senantiasa menjalankan sunnah Rasul, senantiasa mengikuti akhlak yang pernah dicontohkannnya dan tetap kokoh jiwanya untuk memegang teguh amanah ini. Mereka adalah orang-orang yang kuat keyakinannya, walaupun mereka sendiri tidak pernah melihat langsung wajah yang mulia (Rasulullah) ini. Tapi kenapa mereka begitu kuat untuk menjalankan sunnah yang beliau contohkan. Tidak lain karena satu kata yaitu : ”Cinta”

Ya, itulah cinta. Cinta tidak pernah mengenal perbedaan masa dan zaman, tak lekang dimakan panas, dingin, lapuk dan hujan. Ia hanya datang kepada mereka yang hatinya selalu siap menerima kilatan-kilatan cahaya iman dan nuraninya bersih dari kelamnya dosa kehidupan. Itulah cinta yang mampu menggerakkan jiwa sehingga hatinya terus hidup untuk mencinta walaupun banyak kesulitan yang akan dialami. Cinta yang mereka terjemahkan dengan sangat abstrak bahwa ketika ia mencintai Rasulllah SAW sama seperti menggenggam bara api yang panasnya akan membakar tangan mereka. Namun jika bara api tersebut mereka lepaskan niscaya bukan hanya tangan mereka yang terbakar, seluruh tubuhnya bahkan orang-orang yang berada disekelilingnya pun akan terbakar. Mereka inilah yang terkadang dianggap sebagai orang-orang ketinggalan zaman, namun sesungguhnya berjiwa sangat mulia. Tidak hanya menyelamatkan jiwanya saja, namun kemudian mereka dengan tulus menyelamatkan orang-orang yang berada pada lingkungannya.

Makna selanjutnya dari mencinta adalah pertemuan. Hati yang gundah, jiwa yang resah akan kembali bergelora ketika kita bertemu kembali dengan sang dambaan hati. Begitu juga cinta kita kepada Rasulullah SAW, setiap umat yang mencintainya tentulah mengharapkan pertemuan dengan wajah yang mulia ini. Duhai indahnya ketika kita dipandangi oleh tatapan lembut beliau di hari akhir nanti. Sungguh bahagianya ketika tidak ada siapa-siapa lagi yang dapat dimintai pertolongan, dan Beliau datang dengan syafaatnya menunjukkan bahwa kita adalah bagian umatnya yang akan beliau banggakan. Kepada kita yang mencinta, pertemuan akan semakin memperkuat cinta itu sendiri. Sehingga berdoalah kita kepada Sang Khalik untuk dipertemukan dengan Rasul-Nya ini. Kebahagiaan yang hanya bisa didapatkan oleh orang-orang yang terpilih dengan hati yang putih saja yang bisa berjumpa beliau didalam mimpi. Memang orang mengatakan bahwa mimpi itu hanya bunga tidur belaka. Namun mimpi bertemu beliau adalah sungguh suatu rahmat yang besar. Orang yang tidak dapat ditiru oleh syetan dalam bentuknya adalah Rasulullah SAW sendiri. Jadi mimpi bertemu Rasulullah hakikatnya kita telah bertemu dengannya langsung, mendapatkan tatapan teduh matanya ataupun senyuman indah dari makhluk mulia yang Ia ciptakan ini.

Berbeda cinta dengan makhluk lainnya, cinta kepada Rasulullah tidak patut disandingkan dengan makhluk lainnya. Kecintaaan kepada Rasulullah itu melebihi atas segala-galanya. Cinta kepada Rasulullah sebagaimana di riwayatkan dalam suatu hadits dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda : " Tidak beriman seorang hamba sampai ia mencintai saya lebih dari cintanya terhadap kerabatnya, hartanya dan semua manusia " (HR. Imam Muslim). Bahkan dalam suatu riwayat dari Umar bin Khattab ra dikatakan bahwa tidak sempurna keimanan seorang hamba jika kecintaannya kepada dirinya sendiri melebihi cintanya kepada Rasulullah. Artinya kepada mereka yang narsis, tidak ada lagi ruang untuk teramat mencinta dirinya sendiri, jika ia tidak ingin imannya menjadi tidak sempurna. Sebagai manusia biasa seringkali kita berada pada posisi yang teramat sulit, sehingga begitu lemahnya kecintaan kepada beliau yang mulia ini menjadi tidak sempurna. Dengan berbagai sanggahan dan alasan yang terkadang terkesan dipaksakan, cinta kepada Rasulullah menjadi luntur ketika kita sibuk mengais rezeki, menuju puncak karier bahkan demi yang katanya gengsi dan mengikuti zaman. Mungkin seperti inilah gambaran umumnya yang pernah bahkan seringkali dialami oleh umatnya ini yang senantiasa menyatakan mencintai Beliau dan tidak pernah sekalipun melewatkan kemeriahan Maulid Nabi. Semoga saja saat ini, kita bisa lebih mencintai Beliau dari apapun juga. Sebagaimana beliau selalu mencintai dan menyayangi umatnya, hingga dibatas akhir kepergiannnya. Semoga wahai saudaraku. Tidakkah kita ingat apa yang beliau ucapkan, Ummati... Ummati... Ummati...

Wallahu alam.

Tidak ada komentar: