Senin, 05 Januari 2009

KESIAPAN E-PROCUREMENT DI DAERAH (Bagian 1)

E-procurement pada saat ini bukanlah lagi menjadi barang yang baru. E-procurement yang biasa diasosiasikan dengan e-tenderring atau e-bidding sudah mulai banyak dipergunakan di instansi pemerintahan. Kota Surabaya sebagai pelopor berjalannya e-procurement didunia pemerintahan telah menunjukkan bahwa pemerintah pun bisa mempergunakan teknologi informasi sebagai bagian dari pelayanannya. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan e-procurement dan seberapa besar perbedaan dan manfaatnya dibandingkan dengan cara konvensional? Bank Dunia memberikan sebuah definisi khusus mengenai e-procurement dari segi pemerintahan (electronic Government Procurement, e-GP) dalam E-GP: World Bank Draft Strategy (2003). Dinyatakan bahwa e-GP adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet oleh pemerintahan-pemerintahan dalam melaksanakan hubungan pengadaan dengan para pemasok untuk memperoleh barang, karya-karya, dan layanan konsultasi yang dibutuhkan oleh sektor publik. Pengertian yang diberikan oleh World Bank ini setidaknya mirip dengan apa yang dinyatakan oleh Sarzana Fulvio di S. Ippolito (2003). Dimana ia menyebut e-procurement sebagai seperangkat teknologi, prosedur, dan langkah-langkah organisasional yang memungkinkan pembelian barang dan jasa secara online, melalui peluang-peluang yang ditawarkan oleh internet dan e-commerce.

Pengertian yang lebih lengkap dipaparkan oleh (Indrajit, 2003), dimana ia memberikan pemahaman sebagai berikut :

e-procurement merupakan suatu mekanisme pembelian masa kini atau dapat dikatakan sebagai teknik pembelian modern dengan memanfaatkan sejumlah aplikasi berbasis internet dan perangkat teknologi informasi terkait lainnya sebagai enabler dalam menjalankan proses tersebut. Sedangkan sistem e-procurement merupakan kumpulan dan sejumlah komponen-komponen atau entitas-entitas didalam perusahaan yang saling terkait satu dengan lainnya, yang memiliki fungsi untuk menjalankan konsep e-procurement didalam perusahaan. Adapun yang dimaksud dengan komponen terkait misalnya : perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), sumber daya manusia (brainware) dan pemakai atau pengguna (users), kebijakan (policy), tata kelola (governance), proses (business process), dan infrastruktur perusahaan.

Melihat dari beberapa definisi yang telah diuraikan tersebut, maka e-procurement dapat dipahami sebagai suatu pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan media elektronik (mencakup teknologi informasi dan telekomunikasi) yang berbasis internet disertai dengan komponen-komponen lain yang terikat didalamnya. Adapun yang dimaksud dengan komponen-komponen lain yang terikat didalamnya tersebut dapat berupa perangkat-perangkat teknologi informasi, sumber daya manusia, prosedur, tata kelola dan juga kebijakan pendukung.

Adapun perbandingan antara pengadaan barang jasa secara online (e-procurement) dengan sistem konvensional dapat digambarkan sebagai berikut :


Melihat perbandingan yang ada, tentu kita akan lebih memilih e-procurement dibandingkan sistem tradisional yang saat ini masih banyak dijalankan. Namum perlu diingat bahwa e-procurement adalah sistem, bukan penyelesai segala permasalahan yang berkaitan dengan pelelangan. Agar e-procurement dapat memberikan banyak kemanfaatan bukan hanya bagi pemerintah saja, namun juga kepada para rekanan hingga berdampak kepada masyarakat luas, maka kesemuanya memerlukan kesiapan. Sehingga e-procurement bukan menjadi kebijakan dari pemerintah untuk pemerintah saja. E-procurement adalah sistem yang dibangun dengan kesiapan bersama dan demi mewujudkan kemanfaatan bersama.

Tidak ada komentar: