Senin, 05 Januari 2009

KESIAPAN E-PROCUREMENT DI DAERAH (Bagian 2)

1. Indikator Kesiapan Dari Pemerintah Daerah

Menurut hasil kajian dan riset dari Harvard JFK School of Government dalam Indrajit (2006 : 15), untuk menerapkan konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik, ada beberapa indikator kesiapan yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh. Masing-masing elemen tersebut adalah :

a. Support

Elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh pemerintah adalah keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat publik dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep e-procurement. Tanpa adanya unsur “political will”, maka mustahil berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-procurement akan dapat berjalan dengan mulus. Untuk itu diperlukan dukungan dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Disepakatinya kerangka pengembangan e-procurement sebagai salah satu kunci sukses negara dalam mencapai visi dan misi bangsa. Artinya ada suatu komitmen bersama yang dibangun untuk menerapkan kebijakan ini.

2. Pelaksanaan e-procurement juga membutuhkan peraturan yang mendukungnya agar kebijakan ini dapat dijalankan dengan suatu arahan yang jelas dan memiliki dasar hukum yang kuat. Berkaitan dengan hal tersebut maka dibutuhkan suatu peraturan daerah/peraturan kepala daerah sebagai landasan pelaksanaanya.

3. Keterbukaan akses informasi publik yang disediakan oleh pemerintah daerah. Dimana kebutuhan masyarakat yang besar untuk mendapatkan informasi harus lebih diimbangi pemerintah daerah untuk dapat mempergunakan berbagai kanal akses informasi yang memungkinkan.

4. Disosialisasikannya konsep e-procurement secara merata, kontinyu, konsisten, dan menyeluruh kepada seluruh kalangan birokrat secara khusus dan masyarakat bisnis secara umum melalui berbagai cara kampanye yang simpatik.

b. Capacity

Yang dimaksud dengan elemen kedua ini adalah adanya unsur kemampuan atau keberdayaan dari pemerintah setempat dalam mewujudkan e-procurement. Yang paling tidak harus dimiliki oleh pemerintah sehubungan dengan elemen ini, yaitu :

1. Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai.

2. Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e-procurement dapat sesuai dengan asas manfaat yang diharapkan.

3. Dibentuknya suatu organisasi yang secara khusus menangani sistem ­e-procurement.

2. Indikator Kesiapan Dari Pihak Bisnis

Dalam menjalankan e-procurement juga penting untuk memperhatikan kepentingan dari pihak bisnis sendiri sebagai rekanan lelang. Pihak bisnis sebagai rekanan lelang juga harus memiliki kesiapan agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diharapkan dalam good corporate governance (GCG) itu sendiri. Salah satu yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak bisnis adalah adanya etika bisnis (code of conduct). Dengan memiliki etika bisnis maka kecurangan-kecurangan dan indikasi untuk melakukan berbagai tindakan yang mengarah pada KKN akan dapat dihindarkan.

Selanjutnya dari adanya etika di dalam berbisnis, maka juga diperlukan penguatan dari asosiasi bisnis itu sendiri. Asosiasi bisnis tidak semata sebagai wadah perkumpulan bagi para anggotanya saja. Lebih dari itu asosiasilah yang memiliki peranan besar dalam menjamin berjalannya etika bisnis itu sendiri. Sehingga asosiasi bisnis haruslah mampu memberikan memberikan hukuman dan sanksi kepada para anggotanya yang melanggar etika bisnis yang telah menjadi kesepakatan secara bersama. Asosiasi juga harus berperan sebagai penyambung lidah pemerintah untuk mensosialisasikan peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah. Sehingga rekanan lelang yang telah menjadi bagian dari asosiasi, benar-benar memahami apa yang menjadi prosedur dan metode pelelangan yang mereka ikuti.

Selanjutnya kesiapan dari rekanan lelang dapat dilihat dari seberapa besar penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada kegiatan perusahaan sehari-hari. Inilah yang menjadi cermin bahwa mampu tidaknya rekanan lelang tersebut mengikuti pengadaan barang/jasa secara online (e-procurement). Kemudian indikator lainnya yang dapat menunjukkan bahwa pihak bisnis siap adalah dengan adanya sanggahan yang dilakukan oleh rekanan pengadaan barang/jasa yang merasa dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya kepada pihak pemerintah jika terbukti tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku

3. Indikator Kesiapan Dari Sisi Masyarakat

Sebagai pihak penyelaras akhir dalam e-procurement, tidak ketinggalan juga diperlukan kesiapan dari masyarakat sendiri untuk dapat menunjukkan bahwa program ini telah siap untuk dijalankan. Untuk itu dari diri masyarakat juga harus tumbuh partisipasi aktif berupa keterlibatan secara terbuka (inclusion) dan keikutsertaan (involvement) untuk menerapkan e-procurement. Beberapa indikator yang menunjukkan adanya kesiapan tersebut, antara lain :

1. Tingkat melek internet dari masyarakat (e-literacy). Dimana masyarakat sebagai salah satu stakeholder dalam penentu kebijakan haruslah memahami berbagai informasi yang bisa mereka dapatkan dari penggunaan internet.

2. Pengadaan barang/jasa secara online (e-procurement) juga membutuhkan peranan besar Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki perhatian yang besar terhadap perkembangan teknologi informasi dan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah.

3. Adanya lembaga pendidikan yang terkait di bidang teknologi informasi.

4. Adanya kesediaan dari masyarakat untuk melakukan pengaduan kepada pihak yang berwenang terhadap pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan terindikasi terdapat unsur KKN. Dengan adanya pengaduan dapat menunjukkan adanya rasa kepedulian dan sikap kritis masyarakat terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah.

4. Kesiapan Penerapan E-Procurement di Daerah

Konsep ini dapat menjelaskan mengenai kebutuhan akan adanya pengadaan barang/jasa secara online (e-procurement) dikarenakan dukungan dari teknologi informasi dan tekanan yang lebih kuat untuk menciptakan kontrol, efisiensi dan transparansi. Untuk menjalankan e-procurement sendiri tidak hanya membutuhkan kesiapan dari pemerintah daerah saja, keterlibatan lembaga bisnis dan masyarakat sipil juga perlu dipersiapkan. Ketika pra kondisi dari masing-masing stakeholder sudah benar-benar siap, maka kebijakan untuk menerapkan e-procurement baru dapat diimplementasikan.

Dengan adanya implementasi e-procurement, maka pengadaan barang/jasa pemerintah diharapkan akan semakin baik lagi. Pengadaan barang/jasa yang diharapkan lebih baik lagi berarti kemudian akan memenuhi prinsip-prinsip umum seperti adanya keadilan, kepatutan, transparansi, kompetitif, biaya yang efektif dan mampu mencapai nilai-nilai yang tidak bersifat komersial. Prinsip-prinsip inilah yang pada akhirnya merupakan perwujudan dari pencapaian nilai-nilai dalam Good Governance. Sehingga kegiatan untuk menerapkan e-procurement merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya mencapai nilai-nilai Good Governance itu sendiri.

- Sekian -

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam kenal pak Prabowo,
Tulisan-tulisannya sangat menarik berbobot sekali, saya harus pelan-pelan nih bacanya biar bisa benar-benar dipahami konsepnya :)
e-proc memang sudah seharusnya dilaksanakan di daerah. Tinggal kesiapan SDM nya yang harus diersiapkan.

btw, sesama "penggemar" e-proc blogroll donk. ditunggu backlink nya

salam
heldi

Akbar Prabowo mengatakan...

Salam kenal kembali mas

Terima kasih sudah dibaca n diberi atensi ya. Semoga buah pikir ini bisa memberikan manfaat. Amiin
Saya pengen mengubah cara pandang tentang e-proc aja, saya pikir perlu pendekatan holistik, gk semata hanya pemerintah didorong. Tk

nova mengatakan...

salam kenal pak,
semoga berkenan sharing dg pemula seperti saya http://novaontheblog.blogspot.com/

tardostaing mengatakan...

What do titanium melting point mean in a car? - Tiadze
From TOTO to titanium pipe Amatic, and Toto titanium armor to titanium headers Guitar, the concept of Toto titanium sunglasses is very 1xbet login straightforward: The concept of “Totzi” means the following: The original