Rabu, 24 Desember 2008

Cerita Tentang Arun Gandhi

Saya ingin berbagi pengalaman berharga ketika saya sebagai orangtua ikut kembali bersekolah. Pendidikan untuk orangtua yang dilaksanakan selama 2 (dua) hari yaitu pada tanggal 13-14 Desember 2008 didukung oleh Rumah Sakit Ibu dan Anak Zainab Pekanbaru, Biro A'iliyah dan Auladi Parenting School memberikan banyak pengalaman berharga bagaimana mendidik anak sebagai buah terkasih. Ternyata banyak dari kita memang sudah siap untuk menikah, namun ternyata belum siap untuk memiliki anak. Banyak sekali cerita yang menyedihkan ketika anak menjadi sasaran pelampiasan kemarahan, ataupun karena kesalahan yang kecil yang dibuatnya anak tersebut terganggu psikologisnya hingga ia dewasa. Tentu kita tidak ingin menjadi orangtua yang seperti itu, kita tentulah menginginkan anak-anak kita kelak menjadi orang yang bermartabat, memiliki budi pekerti luhur serta berakhlakul karimah. Sebagai pendidik pertama, kita harus mampu mengarahkan mereka ke jalan yang penuh barakah ini. Salah satu kisah nyata tentang cara mendidik anak tanpa kekerasan dan menumbuhkan keteladanan seumur hidupnya dapat kita baca dalam cerita berikut ini. Semoga cerita yang saya kutip ini dapat menjadi renungan kita bersama. Selamat Menikmati.....

Berikut ini adalah cerita masa muda Dr. Arun Gandhi (cucu dari Mahatma Gandhi - Pendiri Lembaga M.K.Gandhi)

Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan.

Kami tinggal jauh dipedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Suatu hari, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, “Ayah tunggu kau disini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.”

Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh ayah saya. Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung saya berlari menunju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 18:00.

Dengan gelisah ayah menanyai saya, “Kenapa kau terlambat?”

Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton film John Wayne sehingga saya menjawab, “Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.” Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Dan, kini ayah tahu kalau saya berbohong.

Lalu ayah berkata, “Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik.”

Lalu, ayah dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayah hanya karena kebohongan bodoh yang saya lakukan.

Sejak itu saya tidak pernah akan berbohong lagi.

“Sering kali saya berpikir mengenai peristiwa ini dan merasa heran. Seandainya Ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa kekerasan.”

Sumber : http://www.yauhui.net/kekuatan-tanpa-kekerasan/

Tidak ada komentar: