Selesai sudah pesta demokrasi dengan bentuk paling seru di dunia ini. Bingung... komentar pasti banyak orang. Ada lagi yang mengatakan pemilu legislatif kali ini lebih semarak, karena calon legislatif fotonya tampil dimana-mana. Dari yang malu-malu kucing nempelin fotonya di jalan-jalan sampe yang gak malu-malu lagi nempel fotonya di berbagai media, sampai di buku doa pun ada (emang mau yasinan), atau dimanapun yang penting keliatan oleh orang lain kalau dia itu calon terhormat wakil rakyat.
Kisah fenomenal yang sudah banyak diprediksi banyak orang adalah Demokrat sang juara, dan terbukti walaupun belum selesai hasil perhitungan dari KPU, dari hari pertama sampai sekarang laju Demokrat semakin tidak terbendung. Dua partai baru yang kemudian masuk dalam jajaran partai menengah lainnya yaitu Gerindra dan Hanura, sudah juga diprediksi dapat mendulang banyak suara pada pemilu legislatif kali ini.
Ada yang menarik dari hasil perolehan partai-partai kali ini. Kalau boleh sedikit memberikan justifikasi, kemenangan partai sangat ditentukan sekali oleh kekuatan para tokohnya. Demokrat dengan SBY-nya, PDIP dengan Mbak Mega, Hanura dengan Pak Wiranto dan Gerindra dengan Prabowo. Demokrat tahu betul bahwa lima tahun lalu mereka berhasil menjadi partai kelas menengah karena kepopuleran SBY. Dan keputusan kali ini tentu diperhitungkan dengan sangat matang oleh para fungsionarisnya untuk kembali mengangkat pamor Partai Demokrat melalui SBY. Hasilnya luar biasa, Golkar dan PDIP sebagai kandidat juara hanya bisa berjuang memperebutkan finish di tempat ke 2 saja. Begitu juga dengan PDIP, walaupun tidak setenar di Tahun 1999, namun popularitas Megawati tetap diusung sebagai icon perjuangan wong cilik. Partai Gerindra walaupun baru berdiri, namun dengan dukungan dana kampanye di media yang tiada habis-habisnya, icon Prabowo ditampilkan sebagai sosok yang patut dijadikan pemimpin negeri ini. Jauh hari sebelum pemilu legislatif iklan-iklan Prabowo sudah menghiasi layar TV kita, walhasil Partai Gerindra terangkat suaranya jauh meninggalkan partai-parta lama. Begitu juga dengan Hanura walaupun tidak begitu jor-joran mengeluarkan dana kampanye, ketokohan Wiranto dianggap cukup mumpuni untuk menggaet suara rakyat dan suara pemilih tempat partainya terdahulu (Partai Golkar).
Nasib yang berbeda dialami oleh partai kader. Golkar pemenang banyak Pilkada di negeri dan pemilik struktur kepartaian yang sangat solid pada akhirnya harus mengakui bahwa mereka harus memiliki kader yang bisa ditampilkan sebagai tokoh. Walaupun JK sudah menjadi Wakil Presiden, namun tingkat elektabilitasnya dirasa masih rendah untuk menyaingi popularitas SBY dan Megawati. PKS yang pada Tahun 2004 dianggap sangat fenomenal dan diyakini bisa menembus dominasi 2 partai besar (Golkar dan PDIP), perolehan suara yang diraih pada pemilu legislatif kali ini tidak jauh berbeda dengan apa yang didapat pada Tahun 2004. Padahal target yang diusung tidak main-main, 20 % suara para pemilih di negara ini. Berbicara masalah kader, partai inilah yang kadernya paling militan, berbicara masalah kreativitas dan inovasi, acungan jempol buat mereka. Iklan mereka di televisi menumbuhkan decak kagum dan tidak pernah basi, bahkan penaha menimbulkan kontroversi (ingat iklan yang diangkat tentang pahlawan salah satunya Manta Presiden Soeharto). Namun kenyataan di lapangan berkata beda. Masyarakat masih memilih partai dengan melihat siapa tokoh yang bersama partai itu. Bukan bagaimana kerja partai.
Inilah potret kita sesungguhnya. Tokoh masih menjadi sentral utama untuk menentukan kearah mana dinegara ini akan dibawa. Popularitas suatu partai sampai dengan saat ini masih ditentukan oleh tokoh-tokohnya, belum pada platform partai atau sistem yang dibangun oleh partai tersebut. Walhasil pemilu legislatif telah usai, wakil-wakil rakyat akan segera terpilih. Dari partai apapun mereka nantinya, semoga kebijakan yang mereka buat nantinya akan membuat negara ini terus berjaya. Amiin....!
Wallahu ‘alam
Selasa, 14 April 2009
Langganan:
Postingan (Atom)